Senja
Sumringah-Terik matahari siang yang menyengat tidak menyurutkan niatku
untuk mengabadikan arak-arakan pawai dijalan sepanjang 4 kilometer dalam rangka memperingati tahun baru Islam
yang jatuh pada tanggal 1 Muharram 1434 Hijriah
atau 15 November 2012 Masehi.
Pawai
tersebut diikuti oleh sebagian besar para siswa sekolah dari tingkat Sekolah
Dasar sampai Sekolah Menengah dan sebagiannya lagi dari majelis Islam dengan tema
yang diusung kali ini adalah “Dengan semangat tahun baru Islam 1434 Hijriah
kita bangun kesucian hati dan semangat berbagi menuju terciptanya kehidupan
yang aman, sejahtera lahir dan batin”.
Arak-arakan pawai juga menampilkan para pesertanya
yang mengenakan busana berkhasanah muslim dan beberapa diantaranya membawa
ornamen simbol kehidupan masyarakat arab pada umumnya. Hal tersebut tidaklah
berlebihan mengingat pada dasarnya peringatan tahun baru Islam yang didalam
bahasa Arab adalah bulan Muharram memiliki arti kegembiraan. Namun perayaan
kali ini seperti juga perayaan tahun-tahun sebelumnya belum memaknai arti
sebenarnya bulan Muharram tersebut.
Jika kita kembali melihat sejarah dimulainya tahun
baru Islam berawal pada masa ke khalifahan Umar bin Khatab ra, salah satu
riwayat menyebutkan yaitu ketika Khalifah mendapat surat balasan yang
mengkritik bahwa suratnya terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau lalu
bermusyawarah dengan para sahabat dan singkat kata, mereka pun berijma untuk
menjadikan momentum tahun di mana terjadi peristiwa hijrah Nabi sebagai awal
mula perhitungan tahun dalam Islam.
Dijadikannya peristiwa hijrah itu menjadi momentum
karena pada saat itulah umat Islam secara resmi menjadi sebuah badan hukum yang
berdaulat, diakui keberadaannya secara hukum international. Sejak peristiwa
hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal, punya pemerintahan
resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang berdaulat. Sejak itu hukum
Islam tegak dan legitimate, bukan aturan liar tanpa dasar hukum. Qishash dan
hudud seperti memotong tangan pencuri, merajam/mencambuk pezina, menyalib
pembuat huru-hara dan sebagainya mulai berlaku. Dan sejak itulah umat Islam
bisa duduk sejajar dengan negara/kerajaan lain dalam percaturan dunia
international.
Berangkat dari sejarah dimulainya tahun baru Islam
sudah seharusnya perayaan yang dilakukan mempunyai tujuan membentuk jati diri
yang amanah dan ta’at pada akidah yang mendasarinya, baik dalam perilaku maupun
tindakan untuk menjadi lebih baik, perduli dan bertanggung jawab. Hal ini
menjadi penting manakala kepedulian antar sesama mulai memudar yang terlihat
dari usainya acara tersebut meninggalkan berjibun sampah kotak makanan dan
minuman yang berserakan disepanjang jalan yang dilalui arak-arakkan pawai
tersebut, sementara para petugas kebersihan yang cuma difasilitasi alat sapu
dan upah yang kecil tak bisa ikut bergembira dan hanya bisa menatap pasrah. Mereka
harus melakukan tugasnya disela debu dan keringat yang mengucur tanpa perduli
waktu telah beranjak senja.
@ Nov 2012
Posting Komentar